Thursday, April 17, 2014

Balita Sekolah Internasional, Awas Kacau Berbahasa!

Maura, ini apa?” tanya Hilda pada putri bungsunya yang berusia tiga tahun sambil mengacung-acungkan buah pisang. ”Banana,” jawab Maura cepat. ”In Indonesian language, Maura! Kalau Bahasa Indonesia apa namanya?” tanya Hilda lagi. ”Banana,” sahut Maura lagi tanpa mengubah jawabannya. Hilda heran, sudah lupakah Maura dengan bahasa Indonesia?

Sudah dua bulan terakhir ini Hilda menyekolahkan Maura di salah satu sekolah yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya. Bahkan, diselipkan pula pelajaran bahasa Mandarin di antara materi belajar formal lainnya. Harapan Hilda tak lain agar Maura dapat mempelajari bahasa asing sejak dini, sehingga lebih fasih ber cas cis cus dibandingkan sang bunda.

Bahasa Ibu yang Utama
Ditegaskan oleh Prof. DR. Ratna Sajekti Rusli, Guru Besar Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, bahwa tidak diperkenankan memberikan pelajaran bahasa asing kepada anak balita terlebih batita. 
 
Menurutnya, yang utama kuasai dulu bahasa ibu. “Jika bahasa ibunya bahasa Indonesia, ya pelajari dulu sampai mahir bahasa Indonesia. Jangan sampai bahasa Indonesianya masih kacau sudah dijejali bahasa lain,” tekan Prof. Ratna. 
 
Lebih jauh ia mengatakan caritahu dulu apa motivasi orangtua. Apakah mereka ingin menyekolahkan anaknya ke luar negeri sehingga dari awal sudah diberikan pembekalan bahasa asing atau karena ada alasan lain? Misalnya, karena sedang trend atau karena gengsi. Bisa saja, bukan?

Mahir Dulu Berbahasa Indonesia
Bukan tidak boleh mengajari bahasa asing pada si kecil tapi tentu saja dengan syarat ia harus mahir dulu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Mengingat anak tinggal di Indonesia, jauh lebih baik jika anak menguasai bahasa ibu terlebih dahulu (bahasa Indonesia atau bahasa daerah). Dengan demikian, stimulasi anak terhadap bahasa ini cukup banyak, misalnya dari orangtua, keluarga besar, pengasuh, teman, dan lingkungan lain. 
 
Selain itu, penguasaan bahasa ibu juga dimaksudkan agar anak lebih menghargai budaya Indonesia. Prof. Ratna mencontohkan hal ini dengan negara Jepang. Mereka adalah bangsa yang kebanggaan kulturalnya sangat kuat sehingga tidak mudah bagi bahasa lain untuk masuk ke wilayah kebudayaannya. Bahkan orang di luar Jepanglah yang harus menyesuaikan diri dan belajar bahasa mereka jika menginjakkan kaki di negeri matahari terbit itu.
Oleh karena itu, sesuaikan kondisi anak sebelum Anda ngotot mengajarinya bahasa asing.
Lalu bahasa apa yang sehari-hari digunakan di rumah? Jika anak lahir dari perkawinan campur yang salah satu orangtuanya adalah warga negara asing, bisa saja anak diajarkan dua bahasa karena dalam kesehariannya anak MEMANG menggunakan KEDUA BAHASA itu dari ayah dan ibunya.


Konsep Sekolah Dwi Bahasa
Sekolah-sekolah yang kini banyak menawarkan konsep dua bahasa atau tiga bahasa biasanya berdasarkan kurikulum asing. Salah satu negara yang menjadi pusat dari sekolah-sekolah tersebut datang dari Singapura. “Di Singapura etnisnya sangat beragam. Begitu juga dengan penggunaan bahasanya. Mereka berbahasa Inggris, Mandarin, India. Anak-anak mereka belajar banyak bahasa karena sehari-hari mereka memang banyak menggunakan bahasa-bahasa tersebut. Berbeda dengan kita di Indonesia. Metoda dwi bahasa tidak bisa dengan demikian saja diterapkan menjadi bahasa pengantar di sekolah apalagi untuk anak usia batita,” tutur Prof. Ratna lagi.

Kekacauan Berbahasa
Dampak dari terlalu dininya menerapkan pembelajaran multilingual di Indonesia adalah
kegamangan atau kacaunya konsep bahasa dari anak-anak yang mengalaminya. Contoh sederhananya terjadi pada kasus di atas, ketika Hilda bertanya dalam bahasa Indonesia, Maura menjawabnya dalam bahasa Inggris. Jika anak sudah mengalami gangguan bahasa, ia akan sulit untuk memahami perintah. Atau dia paham perintah namun sulit mengucapkan kata-kata, sulit meniru kata-kata yang diajarkan. Artinya, terjadi kerancuan di sini.

Lakukan Praktek Bicara
Lantas bagaimana baiknya? Latihlah anak berbahasa bukan dengan menghafal tapi melalui pengalaman dan kegiatan sehari-hari. Ajari anak melalui praktek bicara sehari-hari. Dapat juga dengan memperdengarkan lagu-lagu dalam bahasa asing atau buku cerita. Walau begitu, seperti yang selalu ditekankan oleh Prof. Ratna, sebagai orangtua Anda tetap harus menekankan pada anak kebanggaan akan bahasa Indonesia. Camkan bahwa bahasa asing hanya bahasa kedua. 

Penulis: Rahma Anandita
Dimuat di Tabloid Mom&Kiddie Edisi 16 Tahun IV

2 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete