Tuesday, November 8, 2011

True Story - Spina Bifida Melumpuhkan Anakku

Kurniah, AMK (35) 
Ibu dari Fikriyyatun Nabila (10), Aliifah Fatin Haniifah (7), dan Septian Afif Luqman (5)

10 tahun silam, Kurniah baru saja menamatkan akademi keperawatannya di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Saat itu, tak pernah terbesit sedikit pun kalau satu hari nanti ilmunya justru akan sangat terpakai untuk orang terdekatnya. 

Cita-cita Menjadi Perawat
Profesi perawat memang telah menjadi cita-citaku sejak kecil. Di keluarga besar kami, banyak yang menekuni profesi tenaga medis. Kakak sepupuku seorang perawat di sebuah RS militer. Kakakku yang laki-laki, tenaga analis laboratorium, juga di sebuah RS militer. Begitu pula istrinya yang bekerja sebagai perawat pada RS swasta di Jakarta Selatan.

Dikelilingi orang-orang yang sehari-harinya berkecimpung di dunia medis membuatku ‘ketularan’. Selepas SMA aku langsung melanjutkan studi di sebuah akademi keperawatan di Jakarta. Rasanya tidak tega menyaksikan penderitaan mereka yang kesakitan. Dan ada kepuasan tersendiri begitu aku merawat mereka. Inginku, mereka nanti bisa lekas pulih dan tak perlu berlama-lama di RS.

Dua tahun setelah kelahiran anak pertamaku Fikriyyatun Nabila, aku kembali bekerja sebagai perawat di sebuah RS di Jakarta Timur. Aku selalu merindukan hari-hariku sebagai seorang perawat. Meski jadwal kerja mengikuti sistem shift, tidak menjadi masalah. Terlebih aku mendapat dukungan dari suami tercinta, Mas Latin, begitu aku memanggilnya.

‘Kecolongan’ Hamil
Menjalani keseharianku sebagai perawat membuatku merasa lebih ‘hidup’. Tapi di tengah keceriaanku beraktivitas, aku merasakan gejala yang tidak mengenakkan. Pusing, mual, lemas, duh... jangan-jangan aku hamil lagi. Jangan dulu ya Allah, batinku. Hingga ketakutanku terbukti... aku positif hamil!
Aku kembali mengandung untuk kedua kali. Padahal baru beberapa bulan aku dapat menikmati lagi profesi yang sangat aku cintai ini. Suamiku kaget saat kuceritakan kalau aku hamil. Memang kehamilan ini di luar rencana. Bukannya kami tidak mengharapkan, tapi sepertinya kami belum siap untuk kehadiran anak kedua apalagi si sulung Nabila saat itu masih batita.
Seiring berjalannya waktu, janin dalam kandunganku terus berkembang. Secara rutin selalu aku periksakan ke dokter kandungan di RS tempatku bekerja. “Kandungan Ibu dalam keadaan baik,” begitu selalu kata dokter. Selama hamil aku tetap bekerja seperti biasa. Karena sistem shift, kadang aku masuk siang kadang masuk malam. Memang saat masuk malam terasa lebih lelah.

Bayiku Lahir Prematur
Sampai pada bulan keenam aku kembali memeriksakan diri dan didapatkan hasil kalau tekanan darahku sangat tinggi, berkisar 190. Saat itu juga aku langsung dirujuk untuk rawat inap. Sungguh mengejutkan karena aku tidak merasakan sesuatu yang tidak biasa dalam tubuhku. Kata dokter, aku mengalami preeklamsia. Untuk itu, demi keselamatan diriku sendiri beserta janin dalam kandunganku, aku harus rawat inap.
Memang sepengetahuanku sebagai perawat, preeklamsia terjadi ketika tekanan darah naik dan kadar protein dalam urin berlebih. Bahkan bila sudah dianggap sangat serius, dapat dilakukan pembedahan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Itu yang aku takutkan.
Malam pertama opname di RS, suster memberiku obat. Tak berapa lama aku merasakan sesuatu yang tidak biasa. Bagian ulu hatiku terasa sakit sekali. Bergegas kupanggil suster. Rasanya semua terjadi begitu cepat. Tahu-tahu aku sudah disiapkan untuk dibawa ke kamar operasi. Dokter memutuskan untuk dilakukan tindakan segera karena kondisiku sudah sangat serius. Jika tidak, nyawaku dan janin bisa terenggut.
Mendengar keputusan Dokter, sejuta perasaan berkecamuk di dadaku. Tak henti kulafaskan doa demi keselamatan janinku yang belum cukup umur ini. Ya Allah... aku sangat takut!

Foto: wikipedia. Kondisi bayi dengan Spina Bifida

Anakku Divonis Lumpuh!
Syukurlah, 20 Februari 2004, tepat saat azan Subuh berkumandang, melalui operasi cesar lahirlah putri kedua kami. Bayi kecil dengan berat 1,9 kg itu kami beri nama Aliifah Fatin Haniifah. Screening segera dilakukan usai bayiku lahir. Satu per satu bagian tubuhnya diperiksa untuk mengetahui apakah dalam kondisi baik atau tidak.
Belum usai ketakutanku, kembali aku dikejutkan saat Dokter memberitahu bahwa bayiku mengalami kelumpuhan dari pinggul ke bawah. “Saraf-saraf di bagian bawah tubuhnya tidak berfungsi. Saat disentuh tidak terjadi respons,” jelas sang Dokter. Aku tertegun, tak satu pun kata terucap. Aku hanya diam. Rasanya lidah ini kelu. Ingin kumenangis, tapi tak setetes pun air mata keluar. Aku hanya diam dan diam. Dalam satu hari ini begitu banyak kabar mengejutkanku. Segalanya berlangsung cepat dan menghantamku bertubi-tubi.
Bagiku, harus melahirkan lebih dini, berita bayiku terlahir lumpuh sudah lebih dari cukup memukulku. Ternyata belum, masih ada kabar lain yang membuatku semakin kehilangan kata-kata. Di tulang belakang bagian bawah tubuh bayiku terdapat celah yang tidak tertutup kulit, lebarnya sebesar batu kerikil. Inikah yang menyebabkan bayiku lumpuh? Dokter menjelaskan kalau bayiku mengalami spina bifida, atau celah pada tulang belakang karena ada ruas-ruas tulang belakang yang gagal menyatu sejak proses awal kehamilan.
Kenapa bisa terjadi? Aku kembali menyalahkan diriku sendiri. Apakah aku kurang menjaga kehamilanku? Apakah aku kurang mendapat asupan gizi? Tapi mengapa selama kontrol kehamilan hal ini tidak terlacak? Kenapa dan kenapa? Berjuta tanya terus berkecamuk. Namun aku hanya bisa pasrah dan berdoa. Kuatkan aku, ya Allah.

Spina Bifida plus Hidrosefalus
Total, seminggu kami menginap di RS. Karena kondisinya yang lemah, otomatis putri kecilku harus ditempatkan dalam inkubator. Setelah seminggu di inkubator, aku diperbolehkan membawa Hani – panggilan untuk bayi mungilku - pulang.
Dengan bekal ilmu keperawatan yang aku punya, kurawat Hani sendiri. Luka yang membentuk celah di tulang belakangnya kubersihkan setiap hari. Perlahan luka itu sembuh dan tumbuh kulit yang kemudian dapat menutup celah tadi. Semoga Hani dapat tumbuh dengan baik, harapku.
Namun, beberapa waktu kemudian, muncul benjolan berisi cairan di bekas luka itu. Langsung kubawa Hani ke dokter anak. Dokter pun menyarankan untuk membawa Hani ke spesialis bedah saraf. Di sinilah aku bertemu dengan dr. Rudi yang kemudian menyuruhku untuk melakukan CT Scan usai memeriksa kondisi Hani Karena menurutnya, anak dengan spina bifida kemungkinan besar juga mengalami hidrosefalus.
Betul saja usai CT Scan, hasil menunjukkan bahwa terdapat penumpukan cairan di kepala Hani yang berhubungan dengan munculnya tonjolan di punggungnya. Sebelum menangani tonjolan di punggungnya, yang harus lebih dulu dilakukan adalah mengeluarkan cairan di kepala.
Selain itu, dr. Rudi juga menyarankan agar Hani segera dioperasi untuk mengeluarkan cairan di kepalanya. Pada operasi itu, akan dipasangkan semacam selang guna mengalirkan cairan di kepalanya ke saluran pembuangan yang semestinya. Menurut Dokter, selang yang ditanam di tubuh Hani sudah disiapkan untuk megikuti perkembangan tubuhnya hingga besar kelak. Bayangkan, pada usianya yang masih 5 bulan, Hani sudah menjalani operasi besar.
Syukurlah operasi berjalan lancar, tinggal memulihkan kondisi Hani dan menunggu kesiapan kami untuk operasi kedua. Ya, masih ada operasi kedua yaitu mengangkat tonjolan di punggung Hani. Seakan cobaan tiada henti.
Dengan sabar dan penuh keikhlasan aku merawat Hani. Karirku sebagai perawat di RS tak lagi kupikirkan. Aku memutuskan berhenti agar dapat total merawat anakku sendiri.

Operasi Kedua
Semakin hari tonjolan itu semakin membesar hingga seukuran bola pingpong. Tentu saja dengan demikian Hani tidak bisa tidur telentang. Ia hanya bisa miring ke kiri dan ke kanan. Pasti tersiksa sekali ya Nak, batinku tiap menemaninya.
Praktis sehari-hari Hani hanya bisa di tempat tidur. Untuk operasi yang kedua, aku bersama suami memutuskan untuk menunggu Hani agak lebih besar. Ditambah juga kesiapan kami sebagai orangtua, baik kesiapan materi maupun mental. Karena untuk biaya operasi sudah tentu memerlukan uang yang tidak sedikit. Total biaya sebesar 60 juta Rupiah. Entah darimana kami harus mencari uang sebanyak itu jika tidak dibantu oleh perusahaan tempat suamiku bekerja di TSO AUTO 2000, Astra Group.
Menjelang usia Hani yang ke dua tahun, akhirnya operasi pengangkatan tonjolan di punggungnya terlaksana. Di saat-saat inilah aku hamil anak ketiga. Alhamdulillah operasi kedua juga berjalan lancar.
Hari-hari merawat Hani pascaoperasi adalah hari-hari yang penuh dengan harap-harap cemas. Apakah kondisinya akan lebih baik? Atau bertambah buruk? Tapi setidaknya, melihat Hani bisa tidur telentang dengan nyenyak saja sudah sangat melegakanku. Proses pemulihan bisa dibilang lumayan cepat dan perkembangannya mulai menunjukkan tanda-tanda kemajuan yang berarti. Perlahan ia mulai bisa duduk. Meski sering juga ia mengalami panas demam yang hilang timbul.

Berbagi ASI Pertama
Ketika anak ketigaku, Septian Afif Luqman lahir, aku berpikir ingin juga memberi ASI pertamaku pada Hani. Apalagi aku tahu kandungan kolostrum dalam ASI pertama sangat besar khasiatnya.
Untungnya Hani menurut saja waktu kususui. Bahkan sepertinya doyan. Aku berharap, semoga dengan ‘bantuan’ ASI-ku ini kondisi Hani bisa lebih baik. Ternyata Tuhan mendengar doaku. Sejak meminum ASI yang berbagi dengan adiknya, Hani tidak lagi sakit-sakitan dan tumbuh kembangnya semakin menunjukkan tanda-tanda kemajuan.
Meskipun sudah harga mati kalau kakinya tetap lumpuh, tapi setidaknya ia bisa ikut berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Kalau Hani sudah bicara, suaranya bisa terdengar kemana-mana. Selain itu banyak orang yang bilang kalau parasnya cantik, kulitnya putih, berhidung bangir, bibir mungil, dan beralis tebal.

Tanganku Kekuatanku
Lambat laun Hani mulai tumbuh dan berkembang. Walau perkembangannya tidak seperti anak normal pada umumnya tapi secara verbal komunikasinya mulai bagus. Bahkan ia senang sekali bernyanyi dengan suaranya yang keras.
Kemampuannya untuk menghafal juga baik. Sedikit-sedikit kukenalkan dia cara-cara salat, surat-surat pendek, hingga tentang puasa. Kemampuannya untuk membaca dan menulis masih sulit. Tapi kalau hafalan, jangan ditanya! Cepat sekali ia bisa menghafal sesuatu. Setiap selesai salat tak pernah lupa ia membaca doa untuk kedua orangtuanya. Sungguh terharu tiap kumendengar doanya.
Untuk berpindah tempat, Hani menggunakan kedua tanggannya untuk membawa tubuhnya dari satu tempat ke tempat lain. Di otot-otot tanganlah kekuatannya bertumpu. Meski banyak yang memandang iba, aku tetap bangga akan Hani.
Hingga kini pada usianya yang menginjak tujuh tahun, ia tidak pernah kelihatan minder dengan kekurangannya. Ia sangat percaya diri untuk bicara dengan siapapun, bermain dengan anak-anak sebayanya, hingga mengomeli adiknya kalau sedang bandel.
Satu yang membuatku terenyuh, tak hanya ASI yang berbagi dengan Hani, Afif sang adik, hingga kini juga selalu membagi apapun yang dia miliki untuk Kakaknya. Sepotong roti, dia bagi dua untuk Hani. Wafer, cokelat, permen,atau apa saja, pasti selalu ia share dengan Hani. Kalau aku belikan jajanan ia pasti bertanya “Buat Hani mana?”

Harus Bisa Mandiri
Demi membekali Hani dengan pendidikan, sudah setahun ini aku menyekolahkannya di Taman Kanak-Kanak dekat rumah. Aku ingin dia tetap mendapatkan pendidikan dan perlakuan yang layak.
Syukurlah guru dan teman-teman di sekolahnya sangat kooperatif. Meski kondisi fisiknya demikian, aku tak pernah menemaninya sepanjang waktu di dalam kelas.
Pernah ada yang bertanya apakah aku harus selalu ada di samping Hani? Tentu saja tidak. Aku juga ingin melatihnya agar bisa hidup mandiri. Aku tidak berharap yang muluk-muluk, aku hanya ingin kelak jika kami sebagai orangtuanya tidak diberi umur panjang, setidaknya ia dapat mengurus dirinya sendiri. 
Cegah Spina Bifida, Asup Asam Folat Saat Hamil!
Spina bifida, dalam bahasa Inggris padanannya adalah split spine atau celah pada tulang belakang karena ada ruas-ruas tulang belakang yang gagal menyatu sejak proses awal kehamilan.
Tak tertutupnya secara sempurna tabung saraf embrionik, lazim disebut cacat pembuluh saraf (neural tube defect/NTD), mengakibatkan cacat bawaan berupa tungkai pengkor hingga kelumpuhan kaki, kehilangan kontrol buang air kecil dan buang air besar, hingga gangguan tumbuh kembang lainnya.
Pada kasus yang dialami Hani, ia mengalami kelumpuhan kaki serta kehilangan kontrol buang air kecil. “Sepanjang hari ia harus selalu pakai diapers,” cerita Kurniah sang Bunda.
Sedangkan hidrosefalus adalah (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: “hydro” yang berarti air dan “cephalus” yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan “kepala air”), berupa gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal) atau akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel serebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural. Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital. Penyebab hidrosefalus dapat karena gangguan perkembangan saat janin di dalam rahim, atau karena infeksi intrauterine. Pada kasus Hani dapat dipastikan merupakan kelainan kongenital karena terjadi pada saat janin masih di dalam rahim.
Lalu bagaimana keterkaitan antara spina bifida dengan hidrosefalus? “Tidak semua spina bifida otomatis mengalami hidrosefalus, akan tetapi peluang untuk itu mencapai 65-80 persen,” jawab dr. Rudy Yunanto, SpBS selaku dokter yang mengani Hani di RS Hermina Bekasi.
Banyak orang dengan spina bifida akan memiliki kelainan yang berkaitan otak kecil, yang disebut Chiari II malformasi Arnold. Hidrosefalus juga akan terjadi karena akumulasi cairan yang berlebihan sehingga mengganggu aliran normal cairan serebrospinal.

Jenis makanan yang kaya akan asam folat
Pencegahan
Penyebab terjadinya spina bifida sebetulnya tidak diketahui, namun salah satu penyebabnya karena kekurangan asam folat atau vitamin B9, utamanya pada masa awal kehamilan. Asam folat banyak terdapat dalam sayuran hijau seperti bayam, brokoli, alpukat, pisang, jeruk, berry, telur, kedelai, sereal. Kecukupan asam folat sangat penting karena terjadi saat kehamilan belum disadari, yaitu pada minggu kedua sampai minggu keempat pertumbuhan janin.
Tingkat kejadian spina bifida dapat ditekan sampai 75 persen jika kaum ibu rajin mengonsumsi asam folat sebelum terjadinya pembuahan. Asam folat diketahui sebagai koenzim untuk produksi DNA dan RNA serta meningkatkan replikasi sel.
Untuk mengetahui apakah ada kelainan spina bifida pada bayi yang dikandung adalah melalui pemeriksaan USG. Hal itu dapat diketahui ketika usia bayi 20 minggu. Selain USG, bisa juga dilakukan cara lain yaitu melalui tes darah ibu dan air ketuban.

Sumber: Tabloid Mom&Kiddie/2011

27 comments:

  1. subhanallah.. terimakasih atas share-nya mbak.. semoga mbak kurniah selalu diberikan kekuatan dalam menjaga amanah dari allah..

    ReplyDelete
  2. aku bahagia dengan kondisi anak saya sekarang, kenapa? karena sekarang anak saya sudah bebas dr hidrosefalus, tahun 2014 akhir Februari terkena infeksi shunt dan kata dokter harus operasi pengangkatan shunt dan pasang kembali jika ternyata cairannya masih menumpuk, alhasil setelah operasinya berjalan dengan lancar dan setelah CT Scan ternyata sudah tidak ada cairan lagi, dokter mengatakan tidak perlu lagi pasang shunt. mendengar itu saya bersyukur pd Allah karena itu artinya hani sudah bebas dari hidrosefalus. sudah setahun ini hani berkembang pesat yang tadinya makan hanya 2 sendok sekarang bisa 1/2 piring alhamdulillah

    ReplyDelete
  3. boleh minta kontak person tidak??saya ingin tny2 soal kondisi hani...kebetulan anak saya juga mengalami hal yg sama...terimakasih...

    ReplyDelete
  4. boleh 081289521826

    ReplyDelete
  5. Subhanalloh.....memang kita harus menjaga titipan Allah sebaik mungkin anak saya juga sama seperti anak mba 6 tahun yg lalu anak saya operasi di RSU kota Bekasi dengan Dr Rudi. alhamdulillah anakku punya semangat yg besar sehingga terkadang mau berdiri dengan berpegangan tidak minder berkeinginan menjadi POLISI(walaupun tidak mungkin) dan menjadi hafish Al Quran insyaAllah jika kita sebagai seorang ibu menjalani semuanya dengan ikhlas dan penuh kasih sayang Allah akan memberikan yg terbaik untuk anak anak seperti anak kita

    ReplyDelete
    Replies
    1. assalamualaikum mba nur karyawati....mba juga pny anak dengan masalah yang sama kah???

      Delete
  6. Assalamualaikum.... Selamat malam mbak, hari ini merupakan hari yg membuat saya terduduk tnp bs berucap, hasul rontgen anak saya mengalami sclerosis dan spina bifida 5, saya bingung dan sedih mbak, langkah apa yg hrs sy alami, anak saya skrg berusia 10 tahun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hay Bunda, saya turut prihatin dg apa yang menimpa anak Mba Yulia. Untuk berdiskusi terkait hal ini Bunda bs langsung menghubungi Mba Kurniah di 081289521826.

      Delete
  7. Assalamualaikum mbak Kurniah... Maaf sy boleh kontak no mbak yaa.. Kebetulan ada yg ingin sy tanyakan. Anak sy juga mengalami spina bifida&hidrosefalus usia 4thn.

    Kalau ada ibu yg memiliki anak dgn riwayat spina bifida&hidrosefalus sy juga mau no kontaknya yaa..kebetulan sy sedang menulis buku mengenai spina bifida&hidrosefalus.
    Hub sy di alamat email sharon.martienda@yahoo.com atau wa 081226055890 terimakasih sblmnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Silakan hubungi langsung Mba Kurniah di 081289521826

      Delete
    2. Maaf Mami Panda.. Apa no hp ybs ibu Kurniah itu benar ga? Soalnya yg kasi jwban kok nomernya bukan bu Kurniah atau Rahma Anandita (yg tulis di blognya)

      Delete
  8. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  9. selamat malam semuanya.saya bisa minta kontaknya juga g?anak saya mengalami hal yang sama dan sekarang sudah berusia 6 tahun.tapi sampai saat ini masih tidak bisa menahan pipis dan buang air besar.

    ReplyDelete
  10. Bolehkah saling berbagi bunda2,,, anak saya baru saja selesai operasi meningokel, prasaan takut dan cemas mnghantui saya saat ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anak saya juga spina bifida..saya domisili SBY,,mbak domisili mana?

      Delete
    2. Asslkm Mba Maharani...klo tidak keberatan..boleh kah berbagi tentang operasi meningokel..Keponakan saya yg baru lahir didiagnosa mengalami ini..no WA sata 08128743094 (Dian). Terimakasih sebelumnya

      Delete
  11. Seperti membaca cerita hidup sendiri... smoga saya bisa seperti mba...

    ReplyDelete
  12. maaf mba anak sy mengalami spina bida.. alhamdulillah skrang sudah 5 tahun... namun masih sering infeksi saluran kncing... mohon solisanya mba....dan mohon doanya moga aja ada keajaiban untuk smbuh total....

    ReplyDelete
  13. maaf mba anak sy mengalami spina bida.. alhamdulillah skrang sudah 5 tahun... namun masih sering infeksi saluran kncing... mohon solisanya mba....dan mohon doanya moga aja ada keajaiban untuk smbuh total....

    ReplyDelete
  14. Subhanallah smga ank saya lukanya cpet smbuh seprti klit biasa...bsa mnta WAnya mba kurniah mw tanya cra mrawat lukanya

    ReplyDelete
  15. Astaghfirllahaladhim. Anak saya juga lahir sama seperti hani anak mbak kurniah
    .Lahirnyapun hampir sama 10 mei 2004 dan anak saya akhirnya meninggal di usianya yang ke 13 th

    ReplyDelete
  16. Assalamualaikum bunda2 semua, saya doakan mudah2an bunda yg punya anak seperti saya, selalu diberi kekuatan oleh alloh swt. Dan sampai saat inipun saya masih sering sedih bila ingat semuanya. Bila tidak keberatan saya juga ingin berbagi pengalaman dengan bunda2 semua.
    Di no WA 082336195180

    ReplyDelete
  17. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  18. aq sndiri punya penyakit itu SPINA BIFIDA aq dri kecil sampai skrang usia 34 th jalan biasa aja cuma memang ada kendala di kaki dan buang air kecil,,, aq bru tau yg namanya SPINA BIFIDA bru kemarin hbis MRI kta dokter SPINA BIFIDA

    ReplyDelete