
Munculnya perasaan tidak mampu, sedih, tidak berarti, dan perasaan tidak karuan lainnya itu umumnya terjadi dalam 14 hari pertama pascamelahirkan dan cenderung memburuk berkisar hari ketiga atau keempat. Lalu bagaimana dengan ayah baru? Mungkinkah mereka juga mengalami baby blues?
Laki-laki pun Bisa!
“Secara umum gangguan depresi memang lebih banyak dialami perempuan. Menurut statistik sampai dikatakan ada yang 3 : 1 ada yang 4 : 1. Meski demikian laki-laki bisa saja mengalami hal ini walaupun frekuensinya jauh lebih sedikit” buka dr. Bagus Sulistyo Budhi, SpKj, M.Kes dari RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat mengenai kemungkinan terjadinya baby blues pada seorang ayah baru.
Baby blues digolongkan sebagai depresi ringan. “Meski ringan, namun bisa saja berkembang menjadi yang lebih berat yaitu depression postpartum. Jadi tidak bisa juga dianggap remeh,” tandas Bagus.
Akibat Tekanan Menjadi Bapak
Sementara itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Virginia Medical School, ditemukan bahwa 1 dari 10 ayah menderita depresi sebelum dan setelah kelahiran anak mereka - bahkan hingga anak mereka mencapai usia 12 minggu. Satu dari empat ayah merasa sedih dan stres.
Demikian temuan dari studi di Amerika dimana bukan hormonal – seperti yang dialami perempuan - yang menjadi penyebabnya namun gejala tersebut merupakan respon terhadap tekanan untuk menjadi seorang ayah.
Selain itu, mengutip sebuah studi yang dipublikasikan dalam The Journal of American Medical Association, berkisar 10,4 persen dari ayah baru menderita depresi. Berkisar delapan persen ayah baru tersebut mengalami depresi dalam waktu 12 minggu sebelum dan setelah bayi lahir.
Cemas Akan Biaya
Seperti diceritakan Nur Chaerani (29), ibu rumah tangga yang baru saja melahirkan anak pertamanya, Haura Zahra Dyami Salsabilla (3 bulan). Sang suami Print Kurniawan (29) yang selain gembira menyambut kelahiran bidadari kecil mereka, pun sempat cemas beberapa hari setelah Haura lahir. “Semoga ya Bunda kita bisa mendidik Haura dengan baik. Semoga Abi (Ayah) bisa terus membiayai semua kebutuhan Haura sampai besar nanti,” begitu curhat Print pada Rani.
Diakui sendiri oleh Print ia sedikit cemas, khawatir memikirkan kebutuhan-kebutuhan si kecil. “Mulai dari kebutuhan pokoknya, kesehatan, hingga pendidikannya nanti sudah saya pikirkan terus bahkan jauh hari sebelum Haura lahir. Memang kemudian saya menjadi agak cemas beberapa hari setalah Haura lahir,” aku Print yang berprofesi sebagai desain grafis ini.
Kenali Penyebab dan Gejalanya
Penyebab baby blues pada laki-laki bisa multifaktor. Mulai dari kondisi ekonomi, minimnya dukungan keluarga, maturitas, kesiapan untuk menjadi seorang ayah, kepribadian dasar, hingga genetik (diturunkan dari orangtua yang juga mudah depresi). “Misalnya, kepribadian dasar dari si suami adalah tipe pencemas, obsesif kompulsif yaitu perfeksionis yang sangat berlebihan. Menjadi seorang ayah yang sempurna adalah obsesinya. Tuntutannya terlalu tinggi sedangkan manusia pasti memiliki batas kemampuan. Nah, jika sesuatu tidak sesuai seperti yang dia harapkan, ini menjadi konflik internal dalam dirinya,” urai Bagus.
Seperti dikutip dari situs dailymail.co.uk, tekanan tersebut meliputi biaya untuk anak-anak, perubahan dalam hubungan dengan pasangan, dan ketakutan tanggung jawab seorang ayah. Selain itu kurang tidur dan tugas tambahan dalam minggu-minggu awal kelahiran bayi juga menjadi pemicunya.
Tim peneliti yang dipimpin oleh James Paulson menemukan bahwa orangtua cenderung sedih dan depresi jika pasangan mereka juga mengalami hal yang sama. "Seorang ayah yang menderita masalah depresi dapat mengganggu emosi, perilaku dan perkembangan anak," jelas Paulson.
Gejalanya seperti cemas yang berulang, sedih, frustrasi, putus asa, tidak bisa menikmati kesenangan yang biasanya dia nikmati, mudah lelah, nafsu makan turun, sulit tidur, dan tidak bergairah.
Suami Bijak, Baby Blues Pergi
“Jika seorang suami siap, mengerti dan memahami proses persalinan, bagaimana merawat bayi, bagaimana kesehatan istri selama masa nifas, risiko untuk baby blues tentunya dapat dieliminir,” terang Bagus.
Lalu bagaimana dengan kebutuhan biologis laki-laki? Terkait dengan masa nifas, tentu aktivitas seksual menjadi terhambat. Apakah ini memengaruhi timbulnya depresi tersebut? “Bagaimana seorang suami membangun sebuah komitmen bersama istri, tentunya ini lebih kuat daripada sekadar kebutuhan biologis,” jawab Bagus. “Kalau kaitannya dengan hubungan seksual mungkin ada pada beberapa orang tapi prosentasenya kecil. Ini bisa teralihkan dengan adanya aktivitas merawat anak bersama istri. Prioritas dalam hidup tidak semuanya melulu masalah kebutuhan seks. Tentunya seorang suami yang bijak akan mengerti tentang masa nifas dimana kembali normalnya organ-organ reproduksi istri. Suami harus mengerti betul akan hal ini dan sudah harus siap dari jauh hari,” saran Bagus.
Tip Usir Baby Blues untuk Ayah Baru
Nah, sebelum berlanjut ke arah depresi yang lebih berat, lakukan tip berikut:
1. Siapkan mental bersama istri jauh sebelum si kecil lahir.
2. Selalu dukung istri, dampingi dari awal hingga proses kelahiran.
3. Ingat betapa pentingnya komitmen bersama, bahwa anak yang lahir ini adalah anak yang diinginkan sehingga menghadapi kelahiran buah hati dengan kesiapan penuh.
4. Pentingnya komunikasi efektif, dua arah. Terdapat kesetaraan dan timbal balik yang sehat. Jangan sampai ada pihak yang merasa superior dan inferior.
5. Pentingnya hubungan yang terjalin hangat dengan orangtua, mertua, sebagai dukungan orang terdekat.
6. Selesaikan segala bentuk tekanan yang muncul sejak awal. Jangan biarkan stres berlarut-larut. Kondisi di awal ini sangat menentukan.
Jika gejala mulai berlarut seperti tidak juga berhasil tidur nyenyak, dan tidak tahu harus berbuat apa, segeralah datang berkonsultasi ke ahlinya untuk mendapatkan intervensi dini sebelum berubah ke arah depresi yang lebih berat.Sumber: -Mom&Kiddie/2011-
No comments:
Post a Comment