Lama
tak menginjakkan kaki di Pelabuhan Sunda Kelapa. Kok rasanya udara di
sini semakin panas dan kering ya? Teriknya sinar mentari begitu
menyengat kulit. Sampai-sampai terasa kulit wajah mulai merah
terbakar. Meski demikian, tak mengurungkan niat saya untuk menyusuri
kembali tempat bersejarah ini.
Tak
disangka, saya datang kembali. Teringat lebih dari 10 tahun lalu ketika
pertama kali mampir ke sini. Ya, kala itu saya memang cuma mampir
sebentar. Karena tujuan sebenarnya untuk berlayar menyusuri gugus
Kepulauan Seribu dengan kapal Phinisi. Kini saat menyambangi
pelabuhan tertua di Jakarta ini, pandangan langsung tertumbuk pada
deretan kapal Phinisi yang sedang berlabuh di dermaga.
Kapal
Phinisi atau Bugis Schooner memiliki bentuk khas sehingga
mudah dikenali. Meruncing di salah satu ujungnya dan berwarna-warni
pada badan kapal. Siang itu para buruh bongkar muat sibuk membongkar
muatan kapal. Menurunkan kayu-kayu. Susunan kayu yang berasal dari
Kalimantan tersebut disusun tak jauh dari kapal. Jumlahnya sangat
banyak, memenuhi tepi pelabuhan.
Beberapa
wisatawan asing terlihat berjalan kaki menyusuri deretan kapal sambil
sesekali berfoto. Wuih... meski cuaca begitu panasnya, mereka
bersemangat sekali. Sebagian lagi ada yang asyik berseliweran
membonceng ojek sepeda onthel.
Angan
pun melayang, imajinasi berkelana membayangkan seperti apa tempat ini
dulu. Berabad silam, sungguhkah sehiruk-pikuk dan segersang ini?
Sejarah berkata, pelabuhan Sunda Kelapa telah berhubungan dengan
bangsa lain sejak abad XII.
Kala
itu pelabuhan Sunda Kelapa dikenal sebagai pelabuhan lada milik
kerajaan Hindu di Jawa Barat, Pajajaran. Kapal-kapal asing yang di
antaranya berasal dari Cina, Arab, India Selatan, singgah dan
berdagang dengan pedagang lokal. Mereka membarter rempah-rempah yang
merupakan kekayaan bangsa kita dengan barang seperti sutra, porselen,
kain, kuda, anggur dan wewangian.
Tahun
1512, Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang tiba di Sunda Kelapa
guna mencari rempah-rempah.
Keberadaan
mereka rupanya mulai mengancam, hingga gabungan kerajaan Banten dan
Demak yang dipimpin Sunan Gunung, dikenal dengan nama Fatahillah
menguasai Sunda Kelapa lalu mengganti namanya menjadi Jayakarta atau
kemenangan yang nyata pada tahun 1527.
Tahun
1596 dengan tujuan mencari rempah-rempah juga, Belanda tiba. Awalnya
mereka mendapat sambutan hangat dari Pangeran Wijayakrama. Namun
Belanda mengingkari perjanjian perdagangan dan mendirikan benteng
tahun 1613 di selatan pelabuhan Sunda Kelapa. Sejak itu Belanda
memulai penjajahannya.
Pada
tahun 1839, di lokasi benteng Belanda itu kemudian didirikan Menara
Syahbandar. Menara tersebut berfungsi mengawasi lalu-lintas kapal
yang keluar masuk pelabuhan Sunda Kelapa. Selain itu, bangunan tiga
lantai setinggi 18 meter ini juga merupakan kantor pabean yakni
kantor pengukuran dan penimbangan barang-barang yang diturunkan di
pelabuhan. Saat ini kondisinya cukup memrihatinkan, karena
bangunannya mulai miring.
Gudang
‘Disulap’ Menjadi Museum Bahari
Tak
jauh dari Menara Syahbandar, saya menapaki jalan kecil menurun untuk
menuju Jalan Pasar Ikan Nomor 1. Di situlah letak Museum Bahari.
Bangunan tua dengan jendela-jendela besar yang sudah mengalami
pemugaran dan diresmikan menjadi Museum Bahari pada 7 Juli 1977 oleh
Gubernur DKI Jakarta masa itu, Ali Sadikin.
Di
sini tersimpan benda-benda sejarah berupa
kapal dan perahu-perahu asli maupun miniatur. Bangunan ini aslinya
adalah gudang yang dibangun pemerintah kolonial Hindia-Belanda tahun
1652. Gudang ini berfungsi untuk menyimpan, memilih, dan mengepak
hasil bumi, di antaranya adalah rempah-rempah, seperti kopi, teh,
gula, lada bahkan pakaian yang merupakan komoditas utama pemerintah
VOC.
Museum
seluas 9.800 meter persegi ini dibuka untuk umum, Senin-Kamis mulai
pukul 08.00-14.00 WIB. Hari Jumat tutup
pukul 11.00 WIB dan Sabtu hanya buka hingga pukul 13.00 WIB. Tarifnya
relatif murah, untuk umum Rp 2.000, pelajar Rp 600 dan kalau Anda
datang dengan rombongan lebih dari 20 orang, tarifnya lebih murah
lagi.
Nah,
apakah Anda tertarik menghabiskan akhir pekan untuk berwisata sejarah
di seputar Pelabuhan Sunda Kelapa ini? Ada baiknya datang pagi atau
sore hari. Jalan-jalan siang hari sungguh tidak nyaman. Anda dapat
berjalan kaki dari arah Kota Tua ke pelabuhan. Ini bisa jadi
pengalaman menarik, karena Anda akan menemui bangunan-bangunan tua
yang seolah bercerita tentang wajah Jakarta masa lampau. Jangan lupa
membawa bekal air mineral, topi, dan mengolesi tubuh dengan sunblock.
Rute
Transportasi Umum
Mikrolet
015 : rute Kota - Tanjungpriok
Kopaja
P12 : rute Senen - Pluit
Kopaja
86 : rute Lebak Bulus – Kota
Kopami
02 : rute Senen - Pluit
Metromini
30 : rute Muara Angke – Kota
Metromini
29 : rute Muara Baru – Kota
Bus Transjakarta,
turun di Kota, dan lanjutkan dengan ojek sepeda.
Dimuat di Tabloid Mom&Kiddie Edisi 21 Th III
PROMO FREEBET 1 JUTA MERIAHKAN NATAL DAN TAHUN BARU 2019 BOLAVITA
ReplyDelete- Promo Frenzy Bonus 3% Berlaku Untuk Seluruh Games Bolavita Dari Santa Claus ( Kecuali Togel )
- Untuk Bola Tangkas Dapat Claim Bonus Dengan Syarat Withdraw Mencapai Win / Loss 25% dari Nilai Deposit + Bonus
- Promo Berlaku untuk Member Yang Melakukan Deposit Minimal Rp 100.000
- Maksimal Bonus Dapat di Claim adalah Rp 1.000.000
- Syarat Penarikan Dana Adalah Melakukan Turnover Minimal 1x Dari Bonus + Deposit
- Contoh ( Deposit 1000 ) + ( bonus 3% = 30 ) = 1000 + 30 = 1030 anda harus melakukan Valid Bet Senilai 1030 untuk melakukan penarikan dana
- Anda Tetap Dapat Mengikuti Promo Cashback Apabila Telah Mengikuti Promo Frenzy Bonus Santa
- Apabila Belum Mencapai Turnover Sudah Melakukan Withdraw Bonus Frenzy Kami Tarik Kembali
- 1 User ID Berhak Melakukan Claim 1x
- Kami Berhak Membatalkan Bonus Apabila Terdapat Indikasi Kecurangan
- Untuk Freebet Santa Dibagikan Secara Otomatis Setiap Anda Melakukan Deposit
* Tanggal 24 Desember Pukul 23:00 WIB Sampai Dengan Tanggal 25 Desember Pukul 05:00 WIB
* 31 Desember 2018 Pukul 22:00 WIB Sampai Dengan Tanggal 1 Januari 2019 Pukul 07:00 WIB