Istriku Joana senang sekali berbelanja. Tiap kali ke mal, supermarket, bahkan minimarket sekalipun, wajahnya selalu terlihat sumringah. “Papa, kalau Mama belanja, Mama jadi happy.” begitu selalu celetuknya. Dalam seminggu dia bisa ke mal sampai tiga kali dengan belanjaan yang membuat saya kadang tidak mengerti apa kegunaannya. Memang kalau sudah belanja ia jadi lebih sumringah dari biasanya tapi tentunya tidak sumringah dengan dompet saya! Bagaimana caranya supaya Joana tidak lagi ‘gila’ belanja dan mengapa perempuan begitu bersemangat ketika berbelanja? -Kenny Michael-
A. Kasandra Putranto, psikolog klinis dari Kasandra & Associates, menjawab, ada sebuah joke: Satu ketika, di
sebuah mal seorang suami menggandeng terus istrinya. Lalu seseorang bertanya
padanya, "Wah, mesra sekali. Koq istrinya digandeng terus Pak?' Sang
suami pun menjawab, "Ah, biasa saja! Bukan apa-apa, kalau saya lepas nanti dia
belanja!"
Bukan Hanya ‘Hobi’
Perempuan
Dari joke di atas
terbentuk satu gambaran bahwa perempuan hobi berbelanja (shopaholic). Itu tidak
sepenuhnya benar! Perilaku membeli ada pada semua orang, baik perempuan maupun
laki-laki. Perempuan (istri) sebagai figur sentral dalam keluarga, saat
berbelanja bukan hanya membeli kebutuhannya sendiri tapi juga untuk kebutuhan
suami, anak-anak, hingga asisten rumah tangga. Misal, istri membeli beras, yang
kenyataannya juga dikonsumsi banyak orang (keluarganya). Terlebih saat-saat
tertentu seperti pada hari raya, ia akan terlihat membeli lebih banyak lagi
makanan, pakaian, dll. Padahal barang-barang tersebut tidak hanya untuk dia
seorang.
Lalu apa betul hanya
perempuan saja yang belanja gila-gilaan? Coba tengok kembali, pria mungkin
memang jarang sekali terlihat berbelanja di mal. Namun jangan salah, begitu
membeli suatu barang bukan tidak mungkin seorang pria bisa menghabiskan uang
jutaan Rupiah. Contoh, membeli mobil, sound system set, siapa yang
menentukan? Apakah perempuan ikut dilibatkan dalam pembelian barang-barang tersebut?
Belum tentu bukan!
Pembeli Impulsif
Meskipun
relatif jarang, ada orang tertentu yang masuk kategori ‘gila’ belanja. Mereka
memiliki dorongan tersendiri. Kalau belum belanja rasanya belum puas, jadi
sangat impulsif dan biasanya orang-orang sepeti ini tidak bisa mengendalikan
dorongan itu, bahkan membiarkan dirinya berbelanja. Mereka melakukan sesuatu
tanpa pertimbangan dan ini termasuk dalam impulsif perilaku. Perilaku impulsif
ada yang memang sudah menjadi ciri seseorang, tapi ada juga menyadari ketika sampai
di rumah bahwa apa yang dia beli tidaklah penting.
Rasa Senang
yang Timbul Saat Belanja
Secara psikologis berbelanja kerap
dijadikan pelarian oleh orang tertentu dari rasa sedih, patah hati, atau kesal.
Karena saat berbelanja mengaktifkan endorphin yang membuat orang
kemudian merasa lebih baik, memberikan
perasaan senang. Yang berbahaya, ketika dengan berbelanja kita merasakan senang
kemudian kita mengejar rasa senang itu walaupun bersifat semu. Misal, tak ada
uang tapi mengejar ingin belanja akhirnya membayar dengan kartu kredit. Padahal
barang tak terpakai sedangkan hutang menumpuk. Tentu, keuangan keluarga akan
terganggu. Jika demikian, suami berhak meninjau kembali pengelolaan keuangan
rumahtangga, termasuk tanggung jawab keuangan yang dipegang istri. Tegurlah
istri supaya bisa mengerem hobi belanjanya tanpa menyinggung perasaannya.
untuk Si Shopaholic
-
Terapkan prinsip hidup bukan untuk hari ini saja.
-
Harus ada planning bagaimana mengelola keuangan ke depannya.
-
Kontrol keinginan untuk membeli. Jangan sampai lapar mata menyesal
kemudian.
-
Pikirkan kembali penting tidaknya barang yang akan dibeli.
-
Buat catatan sebelum berbelanja, dan patuhilah catatan tersebut!
Sumber: Rubrik Ask our Expert, Tabloid Mom&Kiddie
Penulis: Rahma Anandita.
No comments:
Post a Comment