Wednesday, October 17, 2012

Awas, Pelecehan dari Dunia Maya!

Perkembangan teknologi internet melesat begitu cepat.  Siapa tak kenal situs-situs seperti facebook, twitter, youtube, myspace dan masih banyak lagi. 

Nah, berapa akun yang kamu punya di jejaring sosial tersebut? 
Lalu sejauhmana sih kamu merasa 'aman' dan 'tidak aman' dengan kehidupan kamu di dunia maya?  Hati-hati... karena ancaman cyberbullying mengintai kita, dan kapan pun kita bisa saja menjadi korban. 

Cyberbullying Itu Apa Sih?
Beberapa waktu lalu saya berkesempatan menemui Dr. E. Kristi Poerwandari untuk membahas tentang kekerasan di dunia maya yang menimpa anak-anak. Psikolog yang juga pendiri dan pengurus Yayasan Pulih ini bicara lebih dalam mengenai cyberbullying. Oh ya, Yayasan Pulih telah banyak membantu menangani intervensi trauma dan penguatan psikososial korban kekerasan.

Selama ini kita sudah sering mengenal bullying, seperti dikatakan Kristi, bullying dapat diartikan sebagai perilaku-perilaku yang menunjukkan agresi, penundukan, perendahan, atau mencoba menekan pihak lain seperti meledek berlebihan, bicara agresif, memanggil dengan sebutan-sebutan yang tidak enak, dan komentar lain yang sifatnya merendahkan.   
Dalam cyberbullying, perilaku-perilaku tersebut berpindah ke dunia maya. Jadi cyberbullying adalah kondisi dimana seseorang atau kelompok yang secara sengaja melakukan intimidasi, penghinaan, pelecehan, memberikan ancaman, mempermalukan seorang atau sekelompok anak melalui media elektronik atau media maya seperti situs jejaring sosial, chat room, blog, telepon seluler, atau perangkat komunikasi mobile lainnya.

Kristi menambahkan, terkadang saat seorang anak menulis status di facebook atau twitter, mereka mungkin tidak menyadari kalau apa yang mereka tulis itu cyberbullying. Bahkan bisa jadi terlontar kalimat seperti ini, ‘Ah, ini kan sudah biasa. Cuma gini doang kok!’
“Di situ sangat mudah mereka membuat label-label kepada temannya yang lain. Si A nyebelin, si B nerd, si C suka membuat kesal orang dan lain-lain. Kemudian mereka menganggap hal itu menjadi wajar sebagai percakapan sehari-hari. Padahal tentu saja itu tidak baik!” tandas Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.

 
Dampak pada Korban
Umumnya korban cyberbullying akan menunjukkan sikap kikuk, agak pendiam, dan ketika ditanya ia tidak bercerita terlalu panjang/detil. “Jarang kita menemukan korban yang sangat terbuka. Mereka yang cenderung lebih outspoken cenderung bicara atau menulis lebih frontal.

Bahasa lisan maupun tulisan cenderung sama dalam kehidupan sehari-hari, mungkin juga cara menulisnya kikuk. Yang demikian lebih cenderung menjadi korban daripada pelaku cyberbullying. Bahkan pada kasus-kasus khusus, sebagian dari korban bullying bisa saja kedepannya akan menjadi pelaku kekerasan. Selain itu korban akan rendah diri, kebingungan, penerimaan diri menjadi rendah dan merasa inferior dibandingkan orang lain, semakin menarik diri, tidak fokus pada tugas atau sulit berkonsentrasi. Akibatnya, secara umum prestasinya menurun drastis,” terang Kristi.

Amanda Todd (15) gadis asal Kanada, memposting video YouTube, curhat tentang tindakan bully yang dialaminya. Minggu ini ia tewas di rumahnya, diduga bunuh diri.
Otoritas Orangtua
Lebih lanjut Kristi mengatakan, orangtua bukan hanya perlu menjadi teman tapi juga tokoh otoritas bagi anak. Otoritas orangtua memberikan perasaan nyaman pada anak, karena anak belajar dengan jelas mengenai apa yang baik dan buruk, benar dan salah, pantas dan tidak pantas. Jadi, orangtua perlu mengambil kembali otoritasnya, bukan dalam arti mendisiplin anak secara kasar, tapi memberi kejelasan mengenai baik buruk.
Hal ini penting karena bisa memberikan pembelajaran dan pengertian baik buruk pada anak. Kuncinya, disiplin dengan kasih sayang, serta memahami apa yang terjadi pada anaknya.

“Orangtua pasti terkejut jika mendapati anaknya dibully di dunia maya oleh teman-teman anaknya. Dan ketika orang sangat kaget, kecenderungannya apa? Ia akan marah! Orangtua kaget karena mereka sangat mencintai anaknya, cemas, lalu berujung pada kemarahan. Itu adalah bentuk respon yang paling umum, tapi sekaligus paling buruk! Pertama, jangan lekas marah. Panik boleh, hanya saja jangan menampilkannya dalam bentuk marah ke anak. Ketika panik, tenangkan diri dahulu, ambil napas panjang, dekatilah anak ketika Anda sudah agak tenang. Bertanyalah secara baik, yang membuat anak merasa nyaman. Jangan sampai anak merasa seperti disudutkan. Bersikap sangat tenang, tetap menjadi tokoh otoritas yang dapat memunculkan rasa aman untuk anak. Gali dulu faktanya dari anak secara baik. Jika melibatkan teman satu sekolah, bicarakan secara baik-baik dengan guru di sekolah, bagaimana agar dapat duduk bersama dengan orangtua dari pelaku untuk mendapatkan win-win solution,” saran Kristi.

Tahukah kamu :
  • 1 dari 10 orangtua di dunia mengatakan anak mereka pernah menjadi korban pelecehan dan penghinaan melalui dunia maya. 
  • Berkisar 60 persen orangtua mengatakan cyberbullying dialami anak-anak melalui situs jejaring sosial seperti facebook, 42 persen melalui ponsel dan 40 persen melalui chat room. Sumber: Survei yang dilakukan Ipsos, perusahan riset global yang didirikan di Perancis akhir tahun 2011 lalu. 
  • Ipsos menyurvei sebanyak 18.687 warga di 24 negara, termasuk Indonesia. Orangtua di Indonesia termasuk yang memiliki kesadaran paling tinggi terhadap cyberbullying, menyusul orangtua di Australia, Polandia, Swedia, Amerika Serikat dan Jerman.

4 comments:

  1. Ngeri juga! Harus jadi bahan pembahasan yang harus disusun paling depan :)

    Salam kenal, mampir blogku yu ahh :D

    ReplyDelete
  2. secara tidak sadar terkadang aku juga seperti itu.
    makasih sob udah di inget'in.
    jangan lupa blogwalking juga di raden-angga.mywapblog.com thanks sob :)

    ReplyDelete
  3. untung aku gk pernah kena cyberbullying

    ReplyDelete
  4. Hellow semuanya... Thanks udah mampir di blog saya.
    Oke siap meluncur blogwalking ke blog agan2 sekalian...

    ^__^

    ReplyDelete